Rabu, 02 Juni 2010

Bila wartawan memimpin RDG (tulisan seorang sahabat tentang potongan perjalanan hidup)

Apa jadinya bila pengambilan keputusan BI Rate diserahkan pada wartawan? Apa jadinya bila bahan RDG dianalisis oleh wartawan? Mungkin saja akan tampak absurd, karena bahan itu kelihatannya rumit dan canggih. Tapi hal itu terjadi saat pelatihan wartawan media cetak dan elektronik di Mataram tanggal 12 November 2009 lalu. Pelatihan wartawan media massa se-NTB tersebut dilakukan di Pantai Kuta, Lombok Tengah. Pelatihan dibuka oleh Iwan Triady, Deputi PBI Mataram.

Pembicara pelatihan dari Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (DKM) BI Jakarta, dilakukan oleh Clarita Ligaya Iskandar yang memperkenalkan metode pelatihan wartawan berupa “role play” pengambilan keputusan kebijakan moneter. Alih-alih melakukan penjelasan klasikal yang umum dan satu arah, Clarita lebih berperan sebagai instruktur dalam memberikan “permainan peran” pada wartawan. Setelah sebelumnya diberikan background mengenai perkembangan ekonomi terkini, peran dan fungsi BI, kebijakan moneter, serta proses pengambilan keputusan di RDG, kepada para wartawan dibagikan soal simulasi berupa assesment perekonomian terkini, layaknya bahan RDG. Wartawan pun dibagi ke dalam beberapa kelompok, lalu diminta melakukan “RDG”, sebelum memutuskan tingkat BI Rate. Hal-hal yang harus dipikirkan oleh para wartawan adalah, tingkat pertumbuhan, risiko bagi pencapaian inflasi ke depan, serta stabilitas sistem keuangan dan eksternal.


Waktu RDG ditentukan selama 15 menit, dan usai RDG mereka diminta menunjuk seorang “Gubernur” untuk melakukan press conference. Ternyata, dalam waktu singkat para wartawan telah mampu berakting layaknya DG bank sentral. Keputusan yang ditempuh dan analisis yang diambil juga tak kalah canggihnya dibandingkan bank sentral sebenarnya.
Saat kita menyampaikan sebuah pesan, pemilihan media penyampaian menjadi penting. Bukan hanya “message”nya, tapi juga media-nya. Mengutip Marshall McLuhan, seorang ahli komunikasi, hal ini karena media adalah pesan itu sendiri. Dalam pelatihan, ataupun diseminasi kebijakan, upaya mencari media yang tepat pada stakeholders yang tepat sama pentingnya dengan “message” itu sendiri.

Metode “role play” adalah salah satu cara penyampaian pesan melalui media alternatif. Metode ini mendapat tanggapan yang baik dari kalangan media massa di Mataram. Deo, wartawan Patrol Post Mataram mengatakan bahwa dengan ikut role play ini ia justru lebih memahami bagaimana Dewan Gubernur BI di Jakarta bekerja. Sementara, wartawan TVRI Lombok lainnya, mengatakan bahwa metode “role play” ini merangsang mereka untuk berpikir sehingga tidak mengantuk. Akhirnya mereka justru mendapat banyak ilmu baru.

Tidak ada komentar: