Rabu, 02 Juni 2010

Berkemah di Tanakita : mengenang patahan masa lalu

Benar juga yang dikatakan oleh seorang sahabat. Bahwa seiring dengan bertambahnya usia, kita semakin gemar mengenang masa lalu. Masa di kala usia kita masih terbilang muda. Saat itu menjalani hidup lebih terasa seperti berada di arena bermain. Tak terlalu banyak yang dipikirkan. Sekolah, bermain, dan sesekali berpetualang.

Maka saat kakak saya dan keluarganya mengajak untuk berkemah, adrenalin saya seperti terpompa. Berkemah? Rasanya sudah lebih dari 20 tahun sejak terakhir kali saya melakukannya. Walaupun saya tidak tergolong maniak aktifitas outdoor, paling tidak saya pernah melakukannya :). Dan demi masa lalu, saya pun bersemangat mengiyakan ajakan tersebut. Apakah ini pertanda bahwa saya menua? Ntah lah. Tapi yang saya tahu, saya ingin sekali melakukannya.



Kami pun sepakat untuk berangkat di suatu akhir pekan menuju daerah Sukabumi. Daerah yang kami tuju adalah taman hutan lindung Situ Gunung. Karena tepat di pinggir hutan lindung tersebut terdapat lokasi perkemahan Tanakita. Dikelilingi oleh rangkaian pohon pinus, dengan pemandangan desa, kebun sayur mayur, dan gunung Gede di kejauhan, tempat ini terasa begitu pas untuk mendekat dengan alam.

Udara yang sejuk di kaki gunung, jauh dari hingar bingar- hiruk pikuk manusia dan segala jenis kendaraan, menjadikan menit ke menit berlalu dengan begitu indahnya. Sore hari kami lewati sembari berbincang, bersenda gurau dan menikmati minuman bandrek hangat dan pisang goreng keju. Saat malam tiba, tidak lupa kami melakukan acara wajib saat berkemah. Meriung di sekitar api unggun. Menghangatkan badan sembari menikmati jagung bakar. Bernyanyi dengan iringan gitar, sambil menikmati indahnya malam di ketinggian daerah Sukabumi. Tidur di dalam kemah pun terasa begitu nyaman, diiringi oleh bunyi jangkrik dan kerlap kerlip sang kunang-kunang. Malam pun berlalu dengan sangat menyenangkan.

Keesokan harinya, saat embun masih menyelimuti pagi, kami terjaga. Pagi itu kami akan melakukan suatu perjalanan. Menembus hutan, menuju air terjun yang tersohor di daerah itu. Curug Sawer. Dengan dipandu oleh dua orang penunjuk jalan, kami menapaki jalan sempit di antara semak dan pepohonan tinggi di dalam hutan lindung. Mendaki-menuruni jalan berbatu, yang tidak jarang, licin dan terjal. Kami bahkan harus menyeberangi aliran air gunung sepanjang kurang lebih 15 meter, yang rasanya dingin tidak kepalang. Kaki ini seperti mati rasa saat melintas di air. Tapi, kami terus berjalan, dengan hati berbunga-bunga :).

Akhirnya, setelah dua jam berjalan, kami pun sampai di curug. Pantas saja banyak orang rela berjalan kaki jauh-jauh untuk melihat air terjun ini. Indah sekali. Mengalir deras dari ketinggian sekitar 30 meter. Lembutnya hijau dedaunan, ’garangnya’ bebatuan dan tumpahan air seperti menyatu, menyajikan pemandangan yang begitu indah. Gemericik air seperti alunan lagu alam, di tengah kesunyian hutan.

Setelah puas bermain dan beristirahat sejenak, kami berjalan kembali ke perkemahan. Petualangan kami pun berakhir.

Terlepas dari rasa penat yang mendera, hati ini terasa begitu ringan, dipenuhi oleh rasa suka cita. Rasa senang yang timbul tidak hanya karena merasakan kedekatan dengan alam dan segala keindahannya, tetapi juga akibat 'perjalanan' melalui lorong waktu kembali ke masa lalu.



Beberapa catatan seputar kegiatan berkemah ini.
Bagi orang yang pernah mendengar ataupun datang ke lokasi Tanakita Camping Ground, tentunya tersenyum. Karena tempat ini tidak seperti bumi perkemahan pada umumnya. Bahkan tagline pengelola adalah ”five stars camp.. for urbanities wishing to explore the outdoors, without sacrificing the comforts of home”. Dan ternyata benar. Dikelola oleh Rakata, Tanakita layaknya perkemahan dengan kualitas pelayanan hotel berbintang.


1. Saat tiba di lokasi perkemahan, kami tidak perlu bersusah payah mendirikan tenda tempat bernaung. Karena tenda telah berdiri kokoh, dengan dua bilik tidur didalamnya, lengkap dengan bantal dan kasur yang dilapisi oleh sarung dan sprei putih bersih dan harum. Tidak ketinggalan, untuk menambah kenyamanan, terdapat ruang diantara kedua bilik untuk tempat bercengkerama.
2. Jika ingin membersihkan badan ataupun melakukan ritual lainnya, tidak perlu bersusah payah mencari sungai. Kamar mandi hanya berjarak sekitar 20 meter dari tenda. Tidak kalah dengan kamar mandi yang ada di hotel berbintang. Toilet bersih dan jauh dari aroma tidak enak. Bilik mandi lengkap dengan shower untuk air panas. Sangat nyaman.
3. Saat malam tiba, makan malam tersaji di tenda makan. Jangan bayangkan menu makan saat berkemah masa muda dulu, yang biasanya tidak jauh dari mie rebus. Kali ini makanan disajikan paling tidak dalam enam variasi menu. Udang goreng tepung, ikan gurame goreng garing, bakso kuah, merupakan sebagian dari menu yang tersedia. Begitu kaya akan protein dan vitamin.
4. Kami tidak perlu bersusah payah membuat api unggun, karena api unggun telah disiapkan oleh pengelola. Bahkan, dua orang pemain gitar, yang khusus dipanggil dari Sukabumi, beserta seorang penabuh bongo, siap melayani permintaan lagu. Berbagai jenis lagu sejak era 80-an hingga terkini berkumandang indah, lewat suara merdu si pemain gitar maupun seorang tamu wanita yang memiliki suara renyah.

Bagi para penganut aliran keras aktifitas outdoor, mungkin saja kegiatan kami kali ini tidak dapat dikategorikan sebagai berkemah. Tapi, siapa yang perduli :). Misi saya, untuk mengenang potongan masa lalu, telah tercapai.

Tidak ada komentar: