Rabu, 15 September 2010

Berserah Diri di Waterbom

Berada di ketinggian adalah sesuatu yang tidak saya sukai. Lutut rasanya gemetar jika berada di ketinggian. Badan oleng. Kaki seolah tidak menjejak. Gamang. Belum lagi jantung yang mendadak berdebar lebih keras dari biasanya. Sungguh tidak nyaman.

Dalam benak saya, meluncur dari ketinggian sama saja menegangkannya dengan berjalan di seutas tali yang berada 5 meter di atas tanah. Elemen 'ketinggian' ini selalu membuat hati saya menciut. Namun, setelah pengalaman saya mencoba permainan high rope beberapa tahun yang lalu yang berakhir dengan menyenangkan, saya kembali menantang diri sendiri untuk melakukan uji nyali. Kali ini arena yang saya pilih adalah Waterbom.

Di taman bermain air yang terletak di Pantai Indah Kapuk ini terdapat berbagai permainan. Mulai dari wahana air interaktif (Boomblazter), kolam ombak (Wave Pool), sungai buatan (Wild River), hingga berbagai bentuk seluncuran yang meliuk dari ketinggian.

Untuk berbagai atraksi dari ketinggian, sebut saja diantaranya Aquatube yaitu seluncuran terbuka, setengah terbuka dan tertutup dari ketinggian sekitar 15 meter; The Wizzard berupa terowongan yang berputar (juga dari ketinggian 15 meter) dan berakhir di lintasan terbuka; Hairpin yang melingkar dan selanjutnya meluncur lurus ke bawah dalam sebuah ban yang berisikan 4 orang; serta permainan yang masuk dalam kategori ekstrim yaitu Dark Hole Ride-meluncur dalam tabung tertutup yang dapat membuat kita seolah kehilangan orientasi, serta Speed Slide berupa seluncuran dari ketinggian 20 meter, tanpa kelokan, tanpa penutup. Untuk permainan yang terakhir ini, konon saat meluncur kecepatan bisa mencapai 70 km/jam.

Dan saya bertekad untuk mencoba semua permainan yang ada.

Petualangan saya mulai dengan mencoba The Whizzard, yang katanya memang cocok bagi pemula. Rasa percaya diri saya pun semakin tinggi setelah melihat di antrian banyak anak-anak muda, termasuk anak-anak kecil :). Dengan menggunakan matras, saya pun berkelok-kelok mengikuti liukan terowongan dalam kecepatan sedang. Tidak terlalu cepat, tapi juga tidak pelan. Saat saya sampai di ujung terowongan, yang terasa hanyalah rasa gembira. Aquatube juga merupakan permainan yang menyenangkan. Duduk di atas ban, meliuk-liuk sepanjang 118 meter, rasanya seperti sedang diayun-ayun. Di luar dugaan, saya sangat menikmati permainan ini, terlepas dari teriakan-teriakan orang lain yang cukup keras selama menjalani permainan di Aquatube.

Bagi saya, uji nyali yang sebenarnya adalah saat melakukan permainan Hairpin dan Speed Slide. Meluncur dengan cepat di salah satu bagian dari Hairpin berupa perosotan dengan kemiringan hampir 45 derajat, membuat jantung ini rasanya seperti ingin copot. Rasa takut pun meningkat saat menjalani permainan Speed Slide. Dari namanya dan bentuk perosotan yang lurus-tanpa kelokan, sudah terbayang apa yang akan dihadapi. Dan benar saja, rasanya berpikir saja tidak sempat saat meluncur dengan cepat di beberapa bagian yang cukup curam.

Pada akhirnya, semua permainan ini saya jalani, dan berakhir dengan menyenangkan. Terbersit rasa puas karena telah menaklukkan rasa takut. Dan ternyata bagi orang penakut seperti saya, kunci dalam melakukan permainan-permainan ini sama dengan kunci dalam menjalani hidup ini. Pasrah dan menjalani apa yang ada dihadapan kita.


Saat kita berada di ketinggian, melihat tabung yang meliuk-liuk ataupun seluncuran yang menukik ke bawah, satu hal yang membuat kita bisa melaluinya dengan nyaman yaitu dengan berserah diri. Pejamkan mata, hilangkan semua rasa, dan hadapi saja apa yang ada di depan kita. Maka segalanya berjalan dengan lancar.


Bahkan pada akhirnya perjalanan itu memberi sensasi yang menyenangkan.






Jumat, 10 September 2010

Menikmati Jariang di Hari Raya

Jariang a.k.a jengkol. Bagi saya, mendengar kata jengkol, kesan pertama yang terlintas adalah rasa yang pahit, dengan aroma yang kurang sedap (baca : bau). Dan yang lebih penting dari itu, jengkol identik dengan dampak lanjutannya yang membuat kita tidak tahan untuk berlama-lama di dalam toilet. Aromanya sungguh menyengat hidung !

Dengan berbagai alasan itu, saya tidak pernah bisa menikmati jengkol, dalam variasi olahan apapun.

Namun, hari ini, di saat perayaan Idul Fitri berlangsung, persepsi saya terhadap jengkol berubah total.


Saat bersilaturahmi ke rumah salah satu Tante, diantara hidangan khas lebaran seperti ketupat, opor ayam, sambal goreng ati dsb, disajikan balado jariang. Tante kami ini memang terkenal piawai dalam mengolah jengkol. Bisa dibilang, diantara sanak saudara, Tante ini adalah satu-satunya orang yang beruntung diwarisi keahlian dari sang nenek dalam mengolah penganan.

Maka, di tengah desakan para sanak saudara serta didorong rasa penasaran, saya pun memberanikan diri mencicipi jariang yang terkenal itu. Dan ternyata benar yang dikatakan orang, jariang olahan Tante sungguh berbeda dengan berbagai bentuk olahan jengkol yang pernah saya makan sebelumnya. Banyak hal yang membuatnya berbeda. Pertama, odourless atau tidak berbau. Kedua, tidak ada rasa pahit. Ketiga, empuk.. mengutip kata-kata seorang sepupu "lebih empuk dari daging ayam yang diungkep berjam-jam". Kenikmatan pun bertambah dengan bumbu balado yang begitu pas, campuran antara pedas yang tidak kelewat, serta sedikit rasa manis-asin-gurih.

Selidik punya selidik, sajian jariang yang lezat tersebut berawal dari penanganan yang benar terhadap jengkol mentah. Untuk menghilangkan bau tidak sedap, jengkol mentah dicuci dengan abu gosok berkali kali. Setelah itu, jengkol dipukul satu per satu supaya empuk. Upaya ekstra yang dilakukan tersebut seolah terbayar dengan melihat wajah puas para penikmat jariang olahan Tante.

Konon, aroma jengkol yang menyengat disebabkan oleh asam amino dengan kandungan unsur sulfur yang terdapat pada biji jengkol. Saat diolah kandungan sulfur tersebut menghasilkan, salah satunya, gas H2S yang memang terkenal bau. Tak cukup di situ, konsumsi jengkol yang berlebihan juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan berupa penumpukan kristal di saluran urin, akibat tingginya kandungan asam jengkolat yang sukar larut di air. Gangguan ini dikenal dengan istilah "jengkolan".

Namun, tentunya selalu ada sisi baik dari segala sesuatu yang terdapat di muka bumi ini. Jengkol kaya akan berbagai vitamin (A, B, C), protein, fosfor, kalsium, dan masih banyak jenis mineral lainnya. Bahkan kandungan vitamin C dalam jengkol (80 mg untuk setiap 100 gram biji jengkol) melebihi angka kecukupan gizi per hari yang dianjurkan untuk wanita dewasa yaitu 75 mg.

Jadi, jangan lagi ragu untuk menyantap jengkol, terutama jariang Tante.


PS. Terima kasih kepada Tante Etty, yang telah 'membuka pikiran' saya terhadap jengkol


Sabtu, 04 September 2010

Lovely Cupcakes...


A zillion thanks to my dearest lovely friend Anti, for her creativity, and cold-handed making of these super delicious cupcakes...






















The Marmalade Pantry

Mencoba sesuatu hal yang baru adalah bagian dari petualangan. Kita tidak tahu, apakah sesuatu yang baru itu akan memberi pengalaman yang mengasyikan atau bahkan sebaliknya, menyebalkan. Tapi terlepas dari apapun hasilnya, petualangan selalu memberi kesan tersendiri. Pengalaman baru selalu berhasil memberi warna lain dalam lintasan kehidupan ini.

Salah satu jenis petualangan yang sangat saya nikmati adalah mencoba restoran baru- dalam artian restoran yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Dan di tengah menjamurnya restoran baru di ibukota, kali ini saya mencoba restoran The Marmalade Pantry. Terletak di lantai 1, Plaza Indonesia Extension, chain-resto yang berbasis di Singapura ini mulai beroperasi sekitar pertengahan tahun lalu.

Resto ini mengusung menu makanan Barat sebagai sajian utama. Crab caesar salad, rib-eye steak sandwich with grilled onions, avocado and wasabi mayonnaise, linguini crabmeat with tomato chili and pine nuts, merupakan sebagian menu jagoan di resto ini. Chef recommendation. Tak hanya itu, resto ini juga menyajikan menu Asia, seperti salmon teriyaki with chilled soba dan beef teriyaki with butter rice.

Namun, kali ini, diantara deretan pilihan sajian, saya memilih untuk mencoba menu pasta aglio olio with turkey bacon and mushroom. Simply karena menu ini direkomendasikan oleh sang pramusaji yang melayani kami :).

Berbicara soal makanan, sebenarnya saya termasuk penggemar makanan yang gurih. Kaya akan bumbu, jika perlu sedikit berlemak. Untuk pasta, saus krim kental dengan aroma keju, adalah menu favorit saya. Semakin kuat aroma keju, semakin deras air liur ini mengalir :).

Namun, di luar dugaan, sajian aglio olio di The Marmalade Pantry sungguh membuat saya terkesima. Jenis pasta yang minimalis ini tentunya tergolong jenis makanan yang berbeda dari kegemaran saya. Tapi kali ini, aglio olio yang dihidangkan di resto ini mampu memberi sensasi yang sama nikmatnya dengan aroma gurih saus keju. Ini aglio olio terenak yang pernah saya coba sampai saat ini. Meski diolah secara minimal, dengan campuran minyak zaitun, bawang putih dan daun parsley, pasta agio olio-nya terasa begitu pas. Gurih. Nikmat. The best aglio olio I've ever tasted.

Sajian lainnya yang tidak kalah nikmatnya adalah oyster blade steak served with mashed potato, spring vegetables and mushroom sauce. Dengan irisan tipis daging sapi Amerika yang lembut, dilumuri oleh saus jamur, hidangan ini begitu lezat. Tidak ketinggalan mashed potato-nya yang gurih, dengan campuran rasa butter yang pas.

Sungguh suatu petualangan kuliner yang menyenangkan. Meskipun harga sajian di resto ini terbilang tidak murah (Rp 80.000 hingga di atas Rp 100.000 per sajian), rasanya resto ini patut dicoba. Apalagi, desas desusnya, The Marmalade Pantry menyajikan menu dessert yang mampu menggoyang lidah dan membawa kita menuju ekstasi berkuliner.

Saya ingin kembali ke resto ini aah..

(taken from the Jakarta Post)

Sabtu, 14 Agustus 2010

Mencicipi Galette di Kitchenette

Dalam beberapa tahun belakangan ini, pancake menjadi menu makanan yang menjamur. Berbagai restoran di ibukota mengusung menu pancake sebagai menu andalan. Sebut saja diantaranya adalah Pancious, Pan'O, My Pancake dan banyak lagi resto lainnya yang menyajikan menu pancake. Resto-resto ini kerap padat dengan para penikmat makanan.


Dahulu, di masa kanak-kanak, pancake umumnya disajikan sederhana. Hanya dipadu dengan sirup mapple. Saat ini, pancake tidak lagi disajikan sesederhana itu. Pancake telah diolah sedemikian rupa menjadi hidangan yang sangat bervariasi. Tidak hanya dipadukan dengan makanan pendamping yang manis seperti es krim, aneka buah, dan sirup, pancake juga dapat disajikan bersama penganan asin seperti berbagai olahan daging, saus karbonara, dan banyak lagi variasi lainnya.


Bulan Mei yang lalu, ibukota Jakarta kembali diramaikan oleh dibukanya restoran baru. Dikelola oleh Ismaya Group, resto yang mengusung nama Kitchenette ini menyajikan variasi lain dari pancake. Resto ini punya menu andalan berupa galette, yaitu sejenis pancake tipis. Berbeda dengan crepes, yang terbuat dari tepung gandum biasa, galette terbuat dari jenis gandum buckwheat. Selain itu, galette umumnya disajikan dengan topping dengan rasa asin, tidak seperti crepes yang disajikan bagi para pecinta rasa manis.


Menu galette favorit di resto ini antara lain Edouard -dengan filling sauteed mushrooms, turkey ham, mozarella cheese, garlic mayo with greens, ataupun Arnaud dengan filling mini beef hamburgers, fried egg, dijon mustard sauce, swiss cheese and caramelized grilled onion. Ntah kenapa, menu galette ini mengambil nama laki laki Perancis. Sementara untuk berbagai sajian crepes yang manis, mengutip nama perempuan seperti Abigail, Claudette.

Dalam kunjungan pertama ke Kitchenette, saya mencoba Edouard. Memang pantas, kalau menu ini diandalkan. Kombinasi antara rasa gurih-asin dari irisan daging ayam kalkun, jamur, keju, serta rasa manis yang pas dari lapisan tipis galette memberi sensasi yang sungguh nikmat.
Selain galette, resto ini juga menawarkan berbagai jenis penganan lainnya. Bagi penggemar penganan dengan cita rasa keju, baked truffle macaroni and cheese with turkey bacon, serta Uncle Raul's spanish meatballs with creamy beef chorizo layak untuk dicoba. Keju nya terasa begitu gurih. Membawa kita melayang :). Walaupun untuk kedua sajinan Eropa ini, saya menyarankan untuk dimakan secara berbagi (sharing), supaya rasa gurih keju tidak berlebihan.








Pengalaman bersantap di Kitchenette ini juga diperkaya dengan suasana resto yang dibuat homey. Mengusung konsep dapur di rumah, lengkap dengan asesoris berbagai peralatan makan dan memasak, cutlery, serta rak berisi toples bahan makanan, sembari memandang para juru masak yang beraksi mengolah makanan di depan kita, Kitchenette menyajikan lingkungan bersantap yang nyaman dan unik.


Minggu, 27 Juni 2010

Monas - taman hiburan rakyat

Bagi warga jakarta, Monas adalah bagian yang tidak terpisahkan. Ia merupakan ikon dari kota ini. Bahkan, gambar Monas selalu berada dekat dengan warga ibukota yang telah berusia 18 tahun ke atas. Kemanapun mereka pergi, dimanapun mereka berada :).

Kali pertama mengunjungi Monas, saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Kenangan itu masih melekat di ingatan. Memandang tugu yang menjulang tinggi bertahtakan 'api' berwarna keemasan. Masih terbayang saat memasuki ruangan di bawah tugu, melihat diorama tentang sejarah negeri. Ruangan yang sejuk dengan pendingin ruang. Rapih dan bersih.

Setelah 30 tahun berlalu, saya kembali mengunjungi Monas. Namun, kali ini pengalaman yang saya lalui agak berbeda.

Kali ini, kesan yang didapat saat memasuki ruangan di bawah tugu tidak lagi sama. Ruangan ini penuh sesak dengan pengunjung. Sebagian dari mereka asyik melihat diorama yang berjajar rapi di setiap sisi ruangan. Tapi, tidak sedikit pengunjung yang duduk-duduk di lantai. Mengaso dan mendinginkan badan setelah diterpa teriknya matahari dan panasnya udara kota Jakarta. Sebagian orang menyantap makanan yang dibawa, layaknya berpiknik. Bahkan ada sekelompok anak kecil yang bermain bola di dalam ruangan. Ntah saya yang salah atau bagaimana, tapi rasanya ada yang janggal dengan pemandangan ini. Kenyamanan rasanya terusik. Ruangan terasa sumpek.

Belum berhenti di situ. Pengalaman bertamasya ke Monas, juga dilengkapi oleh pengalaman lucu lainnya. Hmm..ntah lebih tepat disebut lucu atau menjijikkan. Saat berjalan di seputar tugu, anak laki-laki saya, dengan semangat bereksplorasinya, menjelajahi taman yang berada di sekeliling tugu. Hingga di salah satu sudut taman, dibalik tanaman teh-tehan yang dipangkas rapi, ia terlihat bingung. Rupanya ia menginjak kotoran. Dan rasanya, binatang tidak akan bersusah payah mencari tempat tersembunyi untuk sekedar membuang air besar.

Tanpa bermaksud untuk memprotes kenyamanan bertamasya ala warga Jakarta, tapi rasanya wisata ke Monas kali ini tidak lagi sesuai dengan gambaran masa kecil-ku.
Sigh...