Rabu, 10 Desember 2014

Heritage Trail of Soerabaja

Pada bulan November yang lalu saya melakukan kunjungan singkat ke Surabaya. Satu setengah hari. Pada saat berangkat, saya berniat untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang ada di kota itu. Karena kota Surabaya menyimpan banyak cerita. Mulai dari sejarah perdagangan Hindia Belanda, perjuangan arek Suroboyo melawan penjajah pasca kemerdekaan Indonesia, hingga sejarah penyebaran agama Islam di Jawa.

Tapi saya berpikir, apalah yang bisa diharapkan dlm waktu 1,5 hari. Itupun sudah termasuk urusan kerjaan.

Ternyata dgn cara ngepot sana sini, dan menerapkan cara kerja efisien di kantor, banyak hal yang dapat saya lakukan. Tentunya saya harus menentukan prioritas, dari daftar panjang tempat bersejarah kota itu. Dan kali ini, saya memilih gedung eks De Javasche Bank, hotel Majapahit (eks hotel Yamato/hotel Oranje), mesjid Sunan Ampel, House of Sampoerna, dan gedung eks Biro Arsitech Belanda (skrg mjd restoran de Soematra).

Hari pertama, setelah menyelesaikan rapat pagi hingga siang hari di kantor Bank Indonesia, saya bersama teman berangkat menuju kawasan kota tua Surabaya. Di daerah itu terletak gedung bekas De Javasche Bank(DJB). Didirikan pd thn 1829, DJB Surabaya merupakan kantor cabang DJB Batavia yg dibangun hanya berselang setahun setelah didirikannya DJB Batavia. Konon kantor cabang ini merupakan kantor pertama yang menggunakan sistim kliring (mesin terdapat di lantai bawah gedung). Pasca kemerdekaan, gedung ini juga pernah digunakan sabagai kantor Bank Indonesia pada tahun 1953 hingga 1973, sebelum pindah ke gedung BI di Jl. Pahlawan.
Gedung DJB sempat mengalami renovasi pada tahun 1920an. Seluruh tata letak ruang digeser dan diubah, namun tidak mengubah kolom bangunan. Bahkan posisi pintu masuk pun digeser, dari yang semula terdapat ada di pinggir kiri gedung, menjadi di tengah. Hingga saat ini, gedung DJB masih menyimpan beragam keindahan. Stained glass ceiling, tiang tinggi dgn dekorasi indah, rolling door kuno, serta deretan loket kasir dgn pintu2 jati (sayangnya saat ini sebagian besar pintu jati sdh hilang).

Setelah puas mengagumi keindahan bangunan eks DJB, kami menuju ke daerah Ampel. Di daerah ini terletak mesjid Ampel, dan tepat di belakang mesjid terdapat komplek makam Sunan Ampel yang meninggal pada tahuan 1481. Selain merupakan bagian dari wisata religi, daerah ini memiliki keunikan karena dihuni oleh warga keturunan Arab (sehingga disebut kampung Arab), dan di daerah sekitar mesjid banyak terdapat pedagang yang menjajakan berbagai makanan ala Arab seperti kurma, nasi kebuli, hingga kue maryam. Di sini kami sempat mampir untuk mencicipi makanan khas timur tengah yaitu nasi briani dan kambing panggang madu.



Destinasi berikutnya adalah Museum Sampoerna, atau yang dikenal dengan nama House of Sampoerna (HoS). Museum ini terletak di daerah Surabaya lama. HoS menempati bangunan kolonial Belanda yg dibangun sekitar tahun 1862, dengan empat pilar besar di bagian depan gedung utama. Awalnya bangunan ini merupakan panti asuhan putra yang dikelola oleh pemerintah Belanda. Kemudian, bangunan ini dibeli oleh Liem Seeng Tee, sang pendiri Sampoerna pada thn 1932, dan dijadikan tempat pertama produksi rokok Sampoerna. Selain keindahan bangunan tua, mengunjungi HoS memberi pengalaman tersendiri dimana kita bisa melihat para pekerja yang sedang memproduksi rokok kretek secara manual. Gerakan tangan para pekerja yang melipat, memasukkan tembakau, melinting dan memotong batangan rokok, dengan sedemikian cepatnya seolah kita sedang menyaksikan rekaman video yang sedang di-fast forward.

Keesokan harinya, sebelum menuju bandara,saya menyempatkan diri untuk singgah di Hotel Majapahit. Hotel ini menempati salah satu gedung yg memiliki nilai sejarah dlm perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di gedung inilah terjadi insiden perobekan bendera Belanda oleh para pejuang muda Indonesia pd tgl 19 September 1945. Insiden yang dikenal dgn istilah insiden Hotel Yamato ini berujung pada pertempuran Surabaya 10 November pada tahun yang sama. Gedung ini dibangun pada thn 1910, dan awalnya bernama Hotel Oranje. Pd thn 1936, gedung ini diperluas dengan lobi hotel bernuansa art deco. Meski telah mengalami beragam renovasi, gedung, yang saat ini menjadi Hotel Majapahit, masih menyimpan sebagian besar jejak sejarah.



Last but not least, perjalanan saya ke Surabaya kali ini diakhiri dengan kunjungan ke De Soematra Function House 1910. Bangunan yang terletak di Jl. Sumatera No.75 ini dulunya merupakan gedung kantor sebuah perusahaan arsitek dan enjinering terkenal pada jaman Belanda, yg mendirikan banyak bangunan terkenal di Surabaya. Dibangun pada tahun 1910, saat ini gedung digunakan untuk resto fine dining bernama de Sumatra. Setiap sudut bangunan masih terawat dgn apik, lantai marmer, ubin kuno maupun kaca patri/stained glass. Ditambah dengan dekorasi ruangan yang luar biasa cantiknya, gedung tua ini menyajikan keindahan tak terperi.

Perjalanan utk mempelajari sejarah dan menapaki jejaknya adalah perjalanan yg menyenangkan. Dan kita memang tidak boleh melupakan sejarah. Salam heritage trail


PS. Selama perjalanan saya sempat menikmati keindahan kota. Sebut saja Taman Bungkul, Monumen Pahlawan dan the famous tugu Sura-Baya, Jembatan Merah, Kali Mas, Balai Kota, dlsb. Benar yg dikatakan banyak orang, Surabaya telah menjelma menjadi kota yg bersih (amazingly, jarang menemukan sampah berserakan), indah dan tertata rapih. Surabaya telah menjelma menjadi gadis cantik yg memikat hati.
Note : Beberapa foto kuno saya ambil dari berbagai website.

Rabu, 03 Desember 2014

The Classic Gilis

Di tengah semakin maraknya tempat wisata di dalam negeri, The Gilis (Gili Air, Gili Meno, Gili Trawangan) tetap menjadi pilihan berlibur bagi banyak wisatawan domestic maupun mancanegara. hingga kini Gili Trawangan, yang merupakan pulau terbesar diantara ketiganya, masih dipadati oleh pengunjung.Alam bawah air yang indah, pantai  berpasir putih (kerap dijuluki sebagai the powdery white sandy beach), pemandangan matahari terbit dan terbenam yang sama sama dapat dilihat dari masing masing sisi pulau, udara yang bebas polusi (kendaraan bermotor dilarang beroperasi di pulau ini), maupun deretan restoran dan pub yang selalu ramai di malam hari, merupakan sebagian daya tarik dari Gili Trawangan.
Tempat wisata baru bisa saja bermunculan, tapi Gili (yang dalam bahasa Sasak berarti pulau) Trawangan tetap bertahan. Some places may "come" and "go", but Gilis stay..


 

Ha Long Bay



Ha Long Bay, yang dalam bahasa Vietnam disebut Vinh Ha Long (arti : descending dragon) terletak di Teluk Tonkin -sekitar 170 km dari kota Hanoi- Vietnam. Dengan area seluas +/- 1500km2, Ha Long Bay merupakan ‘ rumah’ bagi sekitar 2000 gunung kapur (limestone), yg telah melalui proses pembentukan selama 500 juta tahun. Sebagian dari gunung kapur ini memiliki goa-goa dengan stalaktit dan stalakmit.

Dgn keindahan yg dimiliki, Ha Long Bay dinobatkan sebagai World Heritage Site oleh UNESCO di tahun 1994. Dan pada tahun 2012, Ha Long Bay dinobatkan sebagai salah satu dari 7 keajaiban dunia oleh New 7 Wonders Foundation, bersama dgn Pulau Komodo (Ind), Table Mountain (Afsel), Amazon (AmSel), Iguazu Falls (Argentina), Jeju Island (Korea), dan PP Underground River (Php).


Keinginan untuk mengunjungi Ha Long Bay sudah cukup lama terpendam. Ada saja pertimbangan yang membuat urung melakukan perjalanan ke sana. Yaaah seringkali disebabkan oleh harga tiket penerbangan terbilang tidak "murah". Ntah kenapa, di tengah banyaknya promosi penerbangan ke berbagai tujuan di luar negeri, Vietnam seringkali tidak termasuk di dalamnya. (atau mungkin saya saja yang tidak rejeki menemukannya :) ).

Akhirnya, sekitar bulan Juni 2014 saya "nekad" memesan tiket ke Vietnam. Daripada memendam rasa penasaran lebih lama :). Tentunya, sekali dayung ingin melampaui beberapa pulau. Maka, dgn rencana perjalanan total 5 hari, kami merencanakan untuk mengunjungi dua kota di Vietnam. Ho Chi Minh (karena kami sangat penasaran dgn Chu Chi Tunnel), serta Hanoi.

Singkat cerita, setelah mengunjungi Ho Chi Minh sekitar 2 hari, kami pun berangkat menuju Hanoi. Pukul 8 pagi kami dijemput mini bus tour untuk menuju pelabuhan tempat penyeberangan di Ha Long Bay.  

Setelah melalui perjalanan 4 jam dari kota Hanoi ke pelabuhan, kami tiba di tempat pemberangkatan dan disambut oleh pemandangan deretan kapal pesiar yg siap membawa para pelancong ke tengah teluk Ha Long. Sesuai dengan aransemen dari Jakarta, kami diantar ke kapal pesiar dengan nama Garden Bay Cruise, sebuah kapal kayu berwarna putih dengan kapasitas penumpang 15-20 orang, lengkap dengan dek tempat berjemur dan restoran serta kamar tidur layaknya hotel berbintang. Tepat pukul 12 siang, kami pun berlayar menuju ke tengah teluk. Melewati deretan  bukit limestone. Bertebaran. Seolah sang Pencipta memerciki teluk ini dengan tanah kapur  dalam proses penciptaannya. Sungguh menakjubkan. Sepanjang hari kami menjelajahi teluk Ha Long. Dan ternyata, keindahan tidak hanya pada penampakan luarnya. Bukit-bukit ini juga menyimpan kecantikan tersendiri di dalamnya. Goa dengan stalaktit dan stalakmit yang sudah terbentuk jutaan tahun lamanya, menambah bukti keajaiban dan kebesaran ciptaan-Nya di teluk Ha Long.

Malam itu kami menghabiskan waktu di Ha Long Bay. Di kelilingi oleh deretan bukit kapur, di bawah pancaran sinar bintang. So peaceful. Serenity
Ha Long Bay sungguh indah. Sungguh mempesona. Menjalani hari dan menghabiskan malam di Ha Long Bay sungguh memberi kenikmatan tak terperi.



Minggu, 01 Juni 2014

Kuala Lumpur dan Jejak Budaya Masa Silam


Kota Kuala Lumpur seolah identik dengan sang menara kembar Petronas. Gedung modern berbalut besi dan kaca ini memang sangat indah. Di malam hari, dalam pendaran sinar lampu, Menara Petronas sungguh memabukkan mata. Namun, Kuala Lumpur tidak hanya soal Petronas. Kota ini menyimpan keindahan lainnya. Keindahan yg sama memabukkannya. Keindahan bangunan tua, yang dibangun pada masa pendudukan Inggris, seperti gedung Sultan Abdul Samad, Masjid Jamek, KL Railway Station dan KTM (Keretaapi Tanah Melayu) Headquarter. Bangunan-bangunan ini memiliki kesamaan, yaitu mengadopsi arsitektur Mughal, sebuah gaya rancang bangun yg berkembang di India pada abad 16 hingga abad18, dibawah pengaruh budaya Islam, Persia dan India.
Dalam beberapa kali kunjungan ke kota ini, saya tidak memiliki kesempatan untuk mengunjungi bangunan-bangunan ini. Namun, dalam kunjungan bulan lalu, saya khusus meluangkan waktu  untuk melihat langsung keindahan masa silam yg jejaknya tertinggal di Kuala Lumpur.


Bangunan yg pertama saya kunjungi adalah Sultan Abdul Samad Building. Gedung ini merupakan hasil rancangan A.C Norman, seorang arsitek berkebangsaan Inggris yg sempat menetap di India. Diilhami oleh gaya arsitektur yg kental mewarnai banyak bangunan di India pada masa itu, A.C. Norman menerapkan gaya rancangan yg sama pada saat membangun gedung pemerintahan Inggris di semenanjung Malaka,  Dibangun pada tahun 1897, bangunan ini memiliki kubah perunggu dan menara jam setinggi 41 m, dan selanjutnya diberi nama sesuai dgn nama Sultan Selangor yg menduduki kepemimpinan pada masa itu. Gedung Sultan Abdul Samad digunakan sebagai gedung pemerintahan pada masa penjajahan Inggris, selanjutnya dialihkan menjadi gedung pengadilan tinggi setelah kemerdekaan Malaysia. Saat ini gedung Abdul Samad ditempati oleh Kementerian Pelancongan dan Kebudayaan Malaysia.
 




Puas mengagumi gedung Sultan Abdul Samad, saya berjalan ke daerah pinggir sungai yg terletak di belakang gedung ini. Di daerah tersebut, yg merupakan daerah pertemuan dua sungai, yaitu Sungai Klang dan Sungai Gombak, terdapat Masjid Jamek yang merupakan salah satu mesjid tertua di Kuala Lumpur. Diresmikan pada tahun 1909 oleh Sultan Alaeddin Sulaiman Shah dari Selangor, mesjid ini menjadi mesjid utama Kuala Lumpur, hingga dibangunnya Masjid Negara pada tahun 1965. Bangunan tempat ibadah ini dirancang oleh Arthur Benison Hubback, seorang arsitek berkebangsaan Inggris, yang juga dipengaruhi oleh arsitektur gaya Mughal.
Memasuki halaman Masjid ini, pengunjung diharuskan untuk menggunakan pakaian yg sopan. Utk pria, tidak diperbolehkan menggunakan kaos singlet dan celana pendek. Sementara utk wanita, selain harus menggunakan pakaian yg sopan, juga diharuskan menggunakan kerudung untuk menutupi kepala.

 
Selanjutnya, saya pun melaju menuju jalan Sultan Hishamuddin. Di sana terletak stasiun kereta api tua, yang dikenal dengan nama KL Railway Station. Dirancang oleh arsitek yg sama dgn yg merancang Masjid Jamek, Arthur Benison Hubback, bangunan KL Railway Station juga mengadopsi gaya arsitektur Mughal. Pembangunan stasiun ini selesai dilakukan pada tahun 1910. Dan, hingga saat ini, KL Railway Station masih berfungsi sebagai stasiun kereta komuter yg menghubungkan Kuala Lumpur dgn kota-kota di sekitarnya.
 
Di depan KL Railway Station, terletak bangunan tua lainnya, yg memiliki gaya rancang serupa. KTM (Keretapi Tanah Melayu) Headquarter. Bangunan ini ditempati oleh kantor administrasi perkeretaapian Malaysia. Selesai dibangun pada tahun 1917, dari hasil rancangan arsitek Arthur Benison Hubback, gedung ini merupakan gedung bergaya Mughal yg terakhir dibangun di Kuala Lumpur. Gedung ini sempat mengalami dua kali kerusakan hebat akibat bom yg jatuh di sayap utara gedung saat terjadi PD II, serta kebakaran yg terjadi di lantai dua gedung pada tahun 1968.
 
Perjalanan saya hari itu pun diakhiri dengan kekaguman yg semakin memuncak akan keindahan peninggalan budaya masa lalu. For the love of heritage.