Minggu, 01 Juni 2014

Kuala Lumpur dan Jejak Budaya Masa Silam


Kota Kuala Lumpur seolah identik dengan sang menara kembar Petronas. Gedung modern berbalut besi dan kaca ini memang sangat indah. Di malam hari, dalam pendaran sinar lampu, Menara Petronas sungguh memabukkan mata. Namun, Kuala Lumpur tidak hanya soal Petronas. Kota ini menyimpan keindahan lainnya. Keindahan yg sama memabukkannya. Keindahan bangunan tua, yang dibangun pada masa pendudukan Inggris, seperti gedung Sultan Abdul Samad, Masjid Jamek, KL Railway Station dan KTM (Keretaapi Tanah Melayu) Headquarter. Bangunan-bangunan ini memiliki kesamaan, yaitu mengadopsi arsitektur Mughal, sebuah gaya rancang bangun yg berkembang di India pada abad 16 hingga abad18, dibawah pengaruh budaya Islam, Persia dan India.
Dalam beberapa kali kunjungan ke kota ini, saya tidak memiliki kesempatan untuk mengunjungi bangunan-bangunan ini. Namun, dalam kunjungan bulan lalu, saya khusus meluangkan waktu  untuk melihat langsung keindahan masa silam yg jejaknya tertinggal di Kuala Lumpur.


Bangunan yg pertama saya kunjungi adalah Sultan Abdul Samad Building. Gedung ini merupakan hasil rancangan A.C Norman, seorang arsitek berkebangsaan Inggris yg sempat menetap di India. Diilhami oleh gaya arsitektur yg kental mewarnai banyak bangunan di India pada masa itu, A.C. Norman menerapkan gaya rancangan yg sama pada saat membangun gedung pemerintahan Inggris di semenanjung Malaka,  Dibangun pada tahun 1897, bangunan ini memiliki kubah perunggu dan menara jam setinggi 41 m, dan selanjutnya diberi nama sesuai dgn nama Sultan Selangor yg menduduki kepemimpinan pada masa itu. Gedung Sultan Abdul Samad digunakan sebagai gedung pemerintahan pada masa penjajahan Inggris, selanjutnya dialihkan menjadi gedung pengadilan tinggi setelah kemerdekaan Malaysia. Saat ini gedung Abdul Samad ditempati oleh Kementerian Pelancongan dan Kebudayaan Malaysia.
 




Puas mengagumi gedung Sultan Abdul Samad, saya berjalan ke daerah pinggir sungai yg terletak di belakang gedung ini. Di daerah tersebut, yg merupakan daerah pertemuan dua sungai, yaitu Sungai Klang dan Sungai Gombak, terdapat Masjid Jamek yang merupakan salah satu mesjid tertua di Kuala Lumpur. Diresmikan pada tahun 1909 oleh Sultan Alaeddin Sulaiman Shah dari Selangor, mesjid ini menjadi mesjid utama Kuala Lumpur, hingga dibangunnya Masjid Negara pada tahun 1965. Bangunan tempat ibadah ini dirancang oleh Arthur Benison Hubback, seorang arsitek berkebangsaan Inggris, yang juga dipengaruhi oleh arsitektur gaya Mughal.
Memasuki halaman Masjid ini, pengunjung diharuskan untuk menggunakan pakaian yg sopan. Utk pria, tidak diperbolehkan menggunakan kaos singlet dan celana pendek. Sementara utk wanita, selain harus menggunakan pakaian yg sopan, juga diharuskan menggunakan kerudung untuk menutupi kepala.

 
Selanjutnya, saya pun melaju menuju jalan Sultan Hishamuddin. Di sana terletak stasiun kereta api tua, yang dikenal dengan nama KL Railway Station. Dirancang oleh arsitek yg sama dgn yg merancang Masjid Jamek, Arthur Benison Hubback, bangunan KL Railway Station juga mengadopsi gaya arsitektur Mughal. Pembangunan stasiun ini selesai dilakukan pada tahun 1910. Dan, hingga saat ini, KL Railway Station masih berfungsi sebagai stasiun kereta komuter yg menghubungkan Kuala Lumpur dgn kota-kota di sekitarnya.
 
Di depan KL Railway Station, terletak bangunan tua lainnya, yg memiliki gaya rancang serupa. KTM (Keretapi Tanah Melayu) Headquarter. Bangunan ini ditempati oleh kantor administrasi perkeretaapian Malaysia. Selesai dibangun pada tahun 1917, dari hasil rancangan arsitek Arthur Benison Hubback, gedung ini merupakan gedung bergaya Mughal yg terakhir dibangun di Kuala Lumpur. Gedung ini sempat mengalami dua kali kerusakan hebat akibat bom yg jatuh di sayap utara gedung saat terjadi PD II, serta kebakaran yg terjadi di lantai dua gedung pada tahun 1968.
 
Perjalanan saya hari itu pun diakhiri dengan kekaguman yg semakin memuncak akan keindahan peninggalan budaya masa lalu. For the love of heritage.