Jumat, 10 September 2010

Menikmati Jariang di Hari Raya

Jariang a.k.a jengkol. Bagi saya, mendengar kata jengkol, kesan pertama yang terlintas adalah rasa yang pahit, dengan aroma yang kurang sedap (baca : bau). Dan yang lebih penting dari itu, jengkol identik dengan dampak lanjutannya yang membuat kita tidak tahan untuk berlama-lama di dalam toilet. Aromanya sungguh menyengat hidung !

Dengan berbagai alasan itu, saya tidak pernah bisa menikmati jengkol, dalam variasi olahan apapun.

Namun, hari ini, di saat perayaan Idul Fitri berlangsung, persepsi saya terhadap jengkol berubah total.


Saat bersilaturahmi ke rumah salah satu Tante, diantara hidangan khas lebaran seperti ketupat, opor ayam, sambal goreng ati dsb, disajikan balado jariang. Tante kami ini memang terkenal piawai dalam mengolah jengkol. Bisa dibilang, diantara sanak saudara, Tante ini adalah satu-satunya orang yang beruntung diwarisi keahlian dari sang nenek dalam mengolah penganan.

Maka, di tengah desakan para sanak saudara serta didorong rasa penasaran, saya pun memberanikan diri mencicipi jariang yang terkenal itu. Dan ternyata benar yang dikatakan orang, jariang olahan Tante sungguh berbeda dengan berbagai bentuk olahan jengkol yang pernah saya makan sebelumnya. Banyak hal yang membuatnya berbeda. Pertama, odourless atau tidak berbau. Kedua, tidak ada rasa pahit. Ketiga, empuk.. mengutip kata-kata seorang sepupu "lebih empuk dari daging ayam yang diungkep berjam-jam". Kenikmatan pun bertambah dengan bumbu balado yang begitu pas, campuran antara pedas yang tidak kelewat, serta sedikit rasa manis-asin-gurih.

Selidik punya selidik, sajian jariang yang lezat tersebut berawal dari penanganan yang benar terhadap jengkol mentah. Untuk menghilangkan bau tidak sedap, jengkol mentah dicuci dengan abu gosok berkali kali. Setelah itu, jengkol dipukul satu per satu supaya empuk. Upaya ekstra yang dilakukan tersebut seolah terbayar dengan melihat wajah puas para penikmat jariang olahan Tante.

Konon, aroma jengkol yang menyengat disebabkan oleh asam amino dengan kandungan unsur sulfur yang terdapat pada biji jengkol. Saat diolah kandungan sulfur tersebut menghasilkan, salah satunya, gas H2S yang memang terkenal bau. Tak cukup di situ, konsumsi jengkol yang berlebihan juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan berupa penumpukan kristal di saluran urin, akibat tingginya kandungan asam jengkolat yang sukar larut di air. Gangguan ini dikenal dengan istilah "jengkolan".

Namun, tentunya selalu ada sisi baik dari segala sesuatu yang terdapat di muka bumi ini. Jengkol kaya akan berbagai vitamin (A, B, C), protein, fosfor, kalsium, dan masih banyak jenis mineral lainnya. Bahkan kandungan vitamin C dalam jengkol (80 mg untuk setiap 100 gram biji jengkol) melebihi angka kecukupan gizi per hari yang dianjurkan untuk wanita dewasa yaitu 75 mg.

Jadi, jangan lagi ragu untuk menyantap jengkol, terutama jariang Tante.


PS. Terima kasih kepada Tante Etty, yang telah 'membuka pikiran' saya terhadap jengkol


Tidak ada komentar: