Bagi saya, Tokyo bukanlah kota tujuan wisata favorit. Terlepas dari keindahan gunung Fuji yang simetrikal, kuil-kuil tua yang kental dengan aura permenungan, hingga dandanan eksentrik anak muda Harajuku, dan segala gadget mutakhir ataupun kreatifitas yang nyeleneh, Tokyo adalah kota yang sesak. Padat dengan manusia yang lalu lalang seperti robot, tanpa ekspresi. Berada di tengah kerumunan orang-orang ini, rasanya seperti kadar oksigen di muka bumi mendadak menipis.
Tapi diantara segala kelebihan dan kekurangannya, kota ini menyimpan satu keindahan yang tidak dapat diabaikan. Sakura. Keindahan bunga, yang hanya muncul beberapa hari dalam setahun, sudah begitu terkenal di seantero jagad. Dan dalam umur yang sudah tidak terbilang muda ini, belum pernah sekalipun saya menyaksikan kecantikan sang bunga secara langsung.
Aura indah bunga ini pula yang mendorong saya untuk kembali mengunjungi kota Tokyo di musim semi tahun ini. Saat sakura baru saja merekah.
Bersama para sahabat, kami memutuskan untuk menikmati keindahan Sakura di Taman Ueno. Saat sakura bersemi, taman ini kerap dikunjungi oleh penduduk lokal maupun pendatang, karena jajaran pohon sakura-nya yang membentuk barisan keindahan yang seolah tak berujung.
Pertama kali saya memandangnya, terbersit rasa kagum. Rupanya, desas desus yang beredar selama ini benar adanya. Sakura memang indah. Meskipun apabila dilihat secara individu, tidak ada yang spesial dengan bunga ini. Dengan warna putih semburat merah jambu, kelopak bunga ini sangat rapuh. Mudah rontok saat tertiup angin atau tertimpa rintik hujan. Secara satuan, sakura sama saja dengan bunga-bunga lainnya. Tapi saat bergerombol membentuk kanopi pohon berwarna putih, sakura menyajikan pemandangan yang sangat indah. Tak terpermanai.
Kata sakura (桜, 櫻) berasal dari kata “saku”, yang dalam bahasa Jepang berarti mekar. Bagi masyarakat Jepang, bunga ini seringkali diasosiasikan dengan perempuan, kehidupan, kematian, juga ikatan antarmanusia. Bunga ini juga menjadi metafora terhadap kehidupan yang tidak kekal. Itu sebabnya sampai saat ini masyarakat Jepang masih merayakan berseminya sakura dengan melakukan tradisi hanami atau piknik beramai-ramai di bawah pohon.
Tapi diantara segala kelebihan dan kekurangannya, kota ini menyimpan satu keindahan yang tidak dapat diabaikan. Sakura. Keindahan bunga, yang hanya muncul beberapa hari dalam setahun, sudah begitu terkenal di seantero jagad. Dan dalam umur yang sudah tidak terbilang muda ini, belum pernah sekalipun saya menyaksikan kecantikan sang bunga secara langsung.
Aura indah bunga ini pula yang mendorong saya untuk kembali mengunjungi kota Tokyo di musim semi tahun ini. Saat sakura baru saja merekah.
Bersama para sahabat, kami memutuskan untuk menikmati keindahan Sakura di Taman Ueno. Saat sakura bersemi, taman ini kerap dikunjungi oleh penduduk lokal maupun pendatang, karena jajaran pohon sakura-nya yang membentuk barisan keindahan yang seolah tak berujung.
Pertama kali saya memandangnya, terbersit rasa kagum. Rupanya, desas desus yang beredar selama ini benar adanya. Sakura memang indah. Meskipun apabila dilihat secara individu, tidak ada yang spesial dengan bunga ini. Dengan warna putih semburat merah jambu, kelopak bunga ini sangat rapuh. Mudah rontok saat tertiup angin atau tertimpa rintik hujan. Secara satuan, sakura sama saja dengan bunga-bunga lainnya. Tapi saat bergerombol membentuk kanopi pohon berwarna putih, sakura menyajikan pemandangan yang sangat indah. Tak terpermanai.
Kata sakura (桜, 櫻) berasal dari kata “saku”, yang dalam bahasa Jepang berarti mekar. Bagi masyarakat Jepang, bunga ini seringkali diasosiasikan dengan perempuan, kehidupan, kematian, juga ikatan antarmanusia. Bunga ini juga menjadi metafora terhadap kehidupan yang tidak kekal. Itu sebabnya sampai saat ini masyarakat Jepang masih merayakan berseminya sakura dengan melakukan tradisi hanami atau piknik beramai-ramai di bawah pohon.
Pengalaman menikmati keindahan sakura akan senantiasa terkenang sepanjang hidup. A lifetime experience.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar