Tapi saya berpikir, apalah yang bisa diharapkan dlm waktu 1,5 hari. Itupun sudah termasuk urusan kerjaan.
Ternyata dgn cara ngepot sana sini, dan menerapkan cara kerja efisien di kantor, banyak hal yang dapat saya lakukan. Tentunya saya harus menentukan prioritas, dari daftar panjang tempat bersejarah kota itu. Dan kali ini, saya memilih gedung eks De Javasche Bank, hotel Majapahit (eks hotel Yamato/hotel Oranje), mesjid Sunan Ampel, House of Sampoerna, dan gedung eks Biro Arsitech Belanda (skrg mjd restoran de Soematra).
Hari pertama, setelah menyelesaikan rapat pagi hingga siang hari di kantor Bank Indonesia, saya bersama teman berangkat menuju kawasan kota tua Surabaya. Di daerah itu terletak gedung bekas De Javasche Bank(DJB). Didirikan pd thn 1829, DJB Surabaya merupakan kantor cabang DJB Batavia yg dibangun hanya berselang setahun setelah didirikannya DJB Batavia. Konon kantor cabang ini merupakan kantor pertama yang menggunakan sistim kliring (mesin terdapat di lantai bawah gedung). Pasca kemerdekaan, gedung ini juga pernah digunakan sabagai kantor Bank Indonesia pada tahun 1953 hingga 1973, sebelum pindah ke gedung BI di Jl. Pahlawan.
Gedung DJB sempat mengalami renovasi pada tahun 1920an. Seluruh tata letak ruang digeser dan diubah, namun tidak mengubah kolom bangunan. Bahkan posisi pintu masuk pun digeser, dari yang semula terdapat ada di pinggir kiri gedung, menjadi di tengah. Hingga saat ini, gedung DJB masih menyimpan beragam keindahan. Stained glass ceiling, tiang tinggi dgn dekorasi indah, rolling door kuno, serta deretan loket kasir dgn pintu2 jati (sayangnya saat ini sebagian besar pintu jati sdh hilang).
Destinasi berikutnya adalah Museum Sampoerna, atau yang dikenal dengan nama House of Sampoerna (HoS). Museum ini terletak di daerah Surabaya lama. HoS menempati bangunan kolonial Belanda yg dibangun sekitar tahun 1862, dengan empat pilar besar di bagian depan gedung utama. Awalnya bangunan ini merupakan panti asuhan putra yang dikelola oleh pemerintah Belanda. Kemudian, bangunan ini dibeli oleh Liem Seeng Tee, sang pendiri Sampoerna pada thn 1932, dan dijadikan tempat pertama produksi rokok Sampoerna. Selain keindahan bangunan tua, mengunjungi HoS memberi pengalaman tersendiri dimana kita bisa melihat para pekerja yang sedang memproduksi rokok kretek secara manual. Gerakan tangan para pekerja yang melipat, memasukkan tembakau, melinting dan memotong batangan rokok, dengan sedemikian cepatnya seolah kita sedang menyaksikan rekaman video yang sedang di-fast forward.
Keesokan harinya, sebelum menuju bandara,saya menyempatkan diri untuk singgah di Hotel Majapahit. Hotel ini menempati salah satu gedung yg memiliki nilai sejarah dlm perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di gedung inilah terjadi insiden perobekan bendera Belanda oleh para pejuang muda Indonesia pd tgl 19 September 1945. Insiden yang dikenal dgn istilah insiden Hotel Yamato ini berujung pada pertempuran Surabaya 10 November pada tahun yang sama. Gedung ini dibangun pada thn 1910, dan awalnya bernama Hotel Oranje. Pd thn 1936, gedung ini diperluas dengan lobi hotel bernuansa art deco. Meski telah mengalami beragam renovasi, gedung, yang saat ini menjadi Hotel Majapahit, masih menyimpan sebagian besar jejak sejarah.
Last but not least, perjalanan saya ke Surabaya kali ini diakhiri dengan kunjungan ke De Soematra Function House 1910. Bangunan yang terletak di Jl. Sumatera No.75 ini dulunya merupakan gedung kantor sebuah perusahaan arsitek dan enjinering terkenal pada jaman Belanda, yg mendirikan banyak bangunan terkenal di Surabaya. Dibangun pada tahun 1910, saat ini gedung digunakan untuk resto fine dining bernama de Sumatra. Setiap sudut bangunan masih terawat dgn apik, lantai marmer, ubin kuno maupun kaca patri/stained glass. Ditambah dengan dekorasi ruangan yang luar biasa cantiknya, gedung tua ini menyajikan keindahan tak terperi.
Perjalanan utk mempelajari sejarah dan menapaki jejaknya adalah perjalanan yg menyenangkan. Dan kita memang tidak boleh melupakan sejarah. Salam heritage trail